Minggu, 01 Januari 2012

Popularitas Bahasa Indonesia

POPULARITAS BAHASA INDONESIA yang KIAN MENURUN & BAHASA INGGRIS yang KIAN MENINGKAT dalam KEHIDUPAN SEHARI-HARI

Latar Belakang
Apabila dilihat dari latar belakang sejarahnya, bahasa Indonesia mengalami masa-masa yang cenderung menurun dan naik. Pada saat Indonesia masih dijajah oleh Belanda, bahasa Indonesia jarang sekali digunakan karena di pemerintahan Belanda hanya menggunakan bahasa Belanda dan bahasa barat (bahasa Inggris) tetapi, ketika Indonesia dijajah oleh Jepang, bahasa Indonesia mengalami kemajuan sebab pada saat itu pemerintahan Jepang melarang keras digunakannya bahasa-bahasa barat, dan bahasa yang boleh digunakan hanya bahasa Indonesia.
Di era proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, Ir. Soekarno dan Mohamad Hatta membacakan teks proklamasi dengan bahasa Indonesia. Berita tentang proklamasi tersebut menyebar hampir ke seluruh penjuru tanah air. Rakyat Indonesia yang mengetahui bagaimana menggunakan bahasa Belanda, bahasa Melayu, atau bahasa daerah lainnya menyambut dengan gembira akan proklamsai kemerdekaan Indonesia yang menggunakan bahasa Indonesia lelu berkata “Indonesia merdeka”.
Maka, penggunaan bahasa Indonesia saat itu hingga sekarang sudah sesuai dengan cita-cita proklamasi yaitu terwujudnya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan orang Indonesia. Hal ini diperkuat lagi dengan adanya Sumpah Pemuda yang mengakui bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
Namun, saat ini pemakaian bahasa Indonesia mengalami krisis identitas dan mulai tersisih oleh semakin maraknya pemakaian bahasa asing dan bahasa campuran, baik dalam forum formal maupun nonformal. Dewasa ini banyak terlihat aneka merek dagang, nama tempat, nama gedung, pamflet dan kain spanduk yang menggunakan bahasa asing khususnya bahasa Inggris. Bukan itu saja, struktur teks juga menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan adalah bahasa Inggris. Misalnya nama hotel misalnya ABC Hotel bukan Hotel ABC. Mereka mengasumsikan kalau merek dagang dalam bahasa asing atau bercampur dengan kata asing daya jualnya lebih besar dan bergengsi. Ini membuktikan bahwa bahasa Indonesia lambat laun akan menjadi bahasa nomor dua saja di Indonesia setelah bahasa asing.
Femonema lain terlihat dengan istilah dari bahasa Inggris lebih sering dipakai dalam hal yang menyangkut komputer dan peralatan elektronik lainnya. Istilah-istilah seperti software dan hardware lebih sering digunakan dibanding padan katanya dalam bahasa Indonesia; piranti lunak dan piranti keras. Istilah telepon genggam juga telah kalah populer dengan handphone. Jika kita amati, terutama anak muda, ternyata banyak yang masih rabun membaca, gagap berbicara, dan sulit menulis. Mereka cenderung menggampangkan urusan berbahasa Indonesia. Selain itu, muncul anggapan bahwa apabila lihai berbahasa Inggris dianggap lebih modern dan lebih mengikuti arus perkembangan globalisasi dibanding dengan lihai dalam berbahasa Indonesia. Fenomena yang turut mendukung lainnya adalah kian maraknya sekolah bertaraf internasional yang mewajibkan siswa menguasai bahasa Inggris dan menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar baik dalam proses seleksi penerimaan siswa baru hingga penyampaian materi pelajaran sehari-hari.
Sebagai generasi muda penerus bangsa hal ini patut menjadi sebuah tugas besar bagi kita semua untuk tetap menjaga popularitas dan eksistensi bahasa Indonesia di tengah maraknya penggunaan bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari.

Rumusan Masalah
1.    Bagaimana penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia saat ini ?
2.    Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penurunan eksistensi bahasa Indonesia saat ini ?
3.    Upaya apa yang bisa dilakukan untuk menjaga popularitas dan eksistensi bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu di Indonesia dalam era globalisasi saat ini ?
4.    Bagaimana peluang bahasa Indonesia menjadi bahasa Internasional layaknya bahasa Inggris ?

Tujuan
1.    Mengetahui persentase penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia saat ini
2.    Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penurunan eksistensi bahasa Indonesia saat ini
3.    Mengetahui dan berusaha mempraktikkan berbagai upaya untuk menjaga popularitas dan eksistensi bahasa Indonesia di era globalisasi saat ini
4.    Mengetahui dan berusaha mewujudkan bahasa Indonesia menjadi bahasa Internsional layaknya bahasa Inggris



PEMBAHASAN

Penggunaan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris dalam Kehidupan Sehari-Hari Masyarakat Indonesia saat ini
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia
Sepotong bunyi sumpah pemuda di atas mengikrarkan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Akan tetapi, itu tahun 1928. Sekarang? Bagaimana status bahasa Indonesia di kalangan anak muda saat ini ?
Sebagai bangsa, kita sudah sepakat memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu. Sejak dicetuskan pada 2 Mei 1926 dalam Kongres Pemuda I, dan kemudian “disumpahkan” pada 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia kemudian jatuh-bangun menjadi bahasa komunikasi di seantero nusantara. Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi, juga bahasa pergaulan sehari-hari. Di Jakarta orang berbahasa Indonesia, di Ternate pejabat berpidato dengan bahasa Indonesia. Tua-muda pun berbahasa Indonesia. Oleh negara, bahasa Indonesia ini kemudian dikawal sedemikian rupa supaya semakin merata dan memenuhi kaidah berbahasa. Ada proses pembakuan yang sistematis digulirkan. Hasilnya berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), Tesaurus Bahasa Indonesia, dan rujukan-rujukan berbahasa Indonesia lainnya, baik keluaran instansi pemerintah seperti Pusat Bahasa, maupun besutan linguis partikelir. Sampai kini pun belum sempurna benar. Masih banyak cacat bahasa di sana-sini yang tak kunjung dilinguisterapi (linguisterapi: terapi berbahasa). Ambil contoh soal ‘k-p-t-s’ yang luruh-tidaknya saat bersetubuh dengan awalan ‘me-’ masih riuh bergemuruh. Ada yang bilang seluruhnya luruh, ada yang sahut khusus serapan dari bahasa asing saja yang luruh. Bahasa Indonesia yang oleh beberapa kalangan diperjuangkan betul kebakuannya tidak akan membeku. Sebab, kebakuan berbahasa lewat bahasa tulis berpotensi menjauhkan kita dari orisinalitas berpikir kreatif. Dan ujungnya, bahasa Indonesia akan menjadi momok bagi penggunanya sendiri.
Bahasa Indonesia dianggap sebagai bahasa yang tidak keren dan tidak adaptif terhadap perkembangan zaman. Pemuda dan pemudi masa kini lebih akrab menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pergaulan dan percakapan. Nginggris dianggap simbol intelektualitas dan bagian dari globalisasi (atau ketidakpercayadirian menggunakan bahasa Indonesia). Pembelajaran bahasa Indonesia dianggap selesai ketika berada di bangku sekolah menengah. Alasan yang sering dikemukakan adalah sebagai orang Indonesia tentu sudah pasti mampu berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Benarkah demikian? Jika kita amati, terutama anak muda, ternyata banyak yang masih rabun membaca, gagap berbicara, dan sulit menulis. Mereka cenderung menggampangkan urusan berbahasa Indonesia.
Penggunan bahasa di kalangan pelajar SD justru sangat sopan dan sangat jelas tutur katanya walaupun masih acak-acakan penempatan bahasa mungkin karena belum terpengarauh bahasa moderenisasi. Mungkin ketika mereka beranjak kelas 5 dan kelas 6 mulai terlihat bahasa yang aneh dan mulai memakai kata-kata yang tidak sopan misalya gue dan elu. Mungkin hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan tempat tinggal mereka, umumnya mereka menyerap perkataan orang-orang yang dia lihat maupun mendengar perkatan di televisi karena sekarang banyak acara-acara televisi yang memasukkan bahasa-bahasa gaul di dalamnya dan mengikuti tren masa kini. Perkembanga bahasa dikalangan pelajar SD akan terus berkebang sesuai jaman dan tidak pernah hilang karna zaman terus berkembang dan bahasa pun ikut perkembang. Salah satu contohnya ada di situs di www.metrotvnews.com, dimana disana dijelaskan  bahwa para pelajar sekolah dasar Malaysia mencabut kebijakan penggunan bahasa Inggris sebagai bahasa untuk pelajaran matematika dan sains mulai tahun 2012 yang akan datang yang ditetapkan oleh wakil perdana mentri Malaysia merangkap menteri pendidikan Muhyiddin Yasin yang mengumumkan kebijakan di Putrajaya pada Rabu (8/7).
Penggunaan bahasa saat ini sangat memprihatinkan, banyak bahasa yang tertinggal padahal banyak bahasa di Indonesia yang beraneka ragam seperti bahasa Sunda, Jawa, Madura dan lain-lain, yang kita kenal justru bahasa asing (bahasa Inggris), bahasa yang harusnya kita kenal dan budayakan makin tertinggal atau malah sudah tidak digunakan lagi.
Fenomena yang terlihat saat ini adalah istilah dari bahasa Inggris masih kerap dipakai dalam hal yang menyangkut komputer dan peralatan elektronik lainnya. Istilah-istilah seperti software dan hardware lebih sering digunakan dibanding padan katanya dalam bahasa Indonesia; piranti lunak dan piranti keras. Istilah telepon genggam juga telah kalah populer dengan handphone. Beberapa istilah asing yang populer dalam dunia perdagangan adalah; entrepeneurship yang menggusur kata kewirausahaan, writerpeneurship yang menggantikan istilah kepenulisan, franchise yang menggeser padan katanya; waralaba, delivery service yang lebih populer dibanding layanan antar, dan masih banyak contoh lainnya.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa hampir seluruh tayangan berbahasa asing selain bahasa Inggris akan disulihsuarakan ke dalam bahasa Indonesia. Sementara mayoritas tayangan yang menggunakan bahasa Inggris tetap ditayangkan dalam bahasa aslinya disertai dengan teks berbahasa Indonesia. Ini menimbulkan pertanyaan di diri kita, apa keistimewaan yang dimiliki bahasa Inggris sehingga mendapat perlakuan istimewa seperti ini? Anggapan bahwa bahasa Inggris adalah bahasa dunia mungkin saja menjadi salah satu penyebabnya. Hanya saja ini hal ini tampaknya ditelan mentah-mentah oleh praktisi pertelevisian. Karena akibat jangka panjangnya adalah munculnya rasa inferior dari penonton terhadap bahasanya sendiri, bahasa Indonesia. Di sisi lain penonton juga akan terkooptasi dengan pikiran bahwa bahasa Inggris adalah bagian tak terpisahkan dari kemajuan dan modernitas.
Fenomena tentang keironisan bahasa Indonesia juga terlihat dalam dunia pendidikan saat ini. Mayoritas pelajar di negeri ini tidak lulus Ujian Akhir Nasional (UAN) karena mendapat nilai rendah pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Sebaliknya, mereka justru mendapat nilai tinggi untuk mata pelajaran bahasa Inggris. Ironisnya, fenomena ini terjadi di hampir seluruh sekolah di Indonesia. Tak ayal, beberapa pihak yang terkait pun saling tuding, seakan mau lepas tangan terhadap masalah ini. Satu hal yang nyata dan dirasakan betul oleh masyarakat adalah, bahwa seseorang yang piawai berbahasa Indonesia tidak membuat mereka tenang dalam karir dan pekerjaan. Sebaliknya, orang yang menguasai bahasa Inggris akan mudah dalam karirnya. Mungkinkah ini akibat globalisasi? Tapi apakah kita harus menyerah dengan globalisasi yang justru kemudian mengorbankan bahasa sendiri? Tentunya tidak demikian.
Pemerintah harus mencari program dan aplikasinya agar siswa yang pandai dalam pelajaran bahasa Indonesia mendapatkan karir yang baik selepas pendidikan mereka. Jika perlu, hendaknya pemerintah menyediakan program beasiswa khusus bagi mereka yang meraih nilai tinggi dalam pelajaran bahasa Indonesia.
Di sisi lain, masyarakat kita sendiri justru lebih merasa bangga jika anaknya pandai dalam pelajaran bahasa Inggris daripada bahasa Indonesia. Banyak orangtua yang meminta anaknya untuk kursus tambahan bahasa Inggris. Tidak hanya itu, orangtua yang mampu cenderung lebih memilih anaknya bersekolah ke sekolah yang bertaraf internasional, salah satu tujuannya tentu saja untuk menunjang kemampuan berbahasa Inggris anak-anak mereka.
Pemerintah bisa saja berdalih bahwa keberadaan sekolah-sekolah bertaraf internasional itu demi meningkatkan mutu pendidikan nasional. Namun, mengapa bahasa Inggris yang justru dijadikan unggulan. Ke mana bahasa Indonesia sebagai jatidiri bangsa?
Masalah utamanya, adalah; siswa mempelajari bahasa Inggris di Indonesia tanpa tujuan yang jelas. Untuk berkomunikasi? Untuk ke luar negeri? untuk nilai?



Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penurunan eksistensi bahasa Indonesia saat ini
Banyak hal yang sebenarnya menjadi penyebab mengapa bahasa Indonesia seakan menjadi orang asing di negeri sendiri. Pertama, citra penggunaan bahasa Inggris dianggap identik dengan kemajuan, modernitas, kecanggihan, dan gaya hidup masa kini. Hal ini diperparah dengan fakta bahwa sebagian besar konsumsi produk teknologi masih bergantung pada produk luar negeri.
Karena bahasa yang umum digunakan komputer, piranti lunak, telepon genggam, serta berbagai produk lainnya adalah bahasa inggris maka penggunaan bahasa Indonesia tak terpakai di produk tersebut. Hal ini sudah berlangsung sangat lama. Sehingga meskipun produk teknologi yang menggunakan bahasa Indonesia telah diluncurkan, seperti sistem operasi komputer Windows versi bahasa Indonesia, namun produk itu kalah karena pemakaian bahasa Inggris dibidang teknologi terlanjur melekat di hati penggunanya. Kita lihat “download” lebih populer dibanding “unduh” dan “misscall” lebih populer dibanding “panggilan tak terjawab”.
Akhirnya berbagai pihak beramai-ramai menggunakan bahasa Inggris agar dianggap modern, maju, canggih, dan trendi. Bahasa Inggris tak hanya diselipkan dalam percakapan baik formal maupun informal. Melainkan juga dipakai sebagai istilah dalam dunia pendidikan, teknologi komunikasi, dan perdagangan. Sebagian besar istilah asing tersebut tetap digunakan kendati sudah ada padan katanya dalam bahasa Indonesia.
Kedua, kini anak-anak telah diperkenalkan bahasa asing dalam usia yang sangat dini. Bahasa Inggris tak hanya diajarkan mulai kelas 1 SD. Di beberapa TK juga telah diajarkan bahasa Inggris.  Bahkan ada pula bahasa Mandarin dan bahasa Jerman di beberapa TK lainnya. Akibatnya mereka kehilangan kesempatan untuk lebih dekat dengan bahasa Indonesia dan bahasa daerahnya. Padahal di usia yang sangat dini perlu ada penanaman rasa cinta terhadap bangsa dan negara. Dan hal itu tentu tidak bisa dilakukan tanpa pembelajaran bahasa Indonesia secara intensif.
Faktor ketiga adalah belum adanya undang-undang yang mengatur kaidah tata bahasa dengan jelas. Kini formalitas hukum mengenai tata bahasa nasional mutlak diperlukan. Hal itu disebabkan perkembangan teknologi informasi yang mencapai taraf komunikasi antar bahasa dan budaya tanpa batas ruang dan waktu. Selain itu pemaksaan globalisasi kepada seluruh negara di dunia juga berpotensi mengancam bahasa nasional. Tanpa undang-undang kebahasaan, infiltrasi bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia akan makin gencar dan menjadi-jadi. Bukankah kedaulatan Indonesia sudah digempur dari segala lini? Kita sudah tak memiliki kedaulatan pangan, kedaulatan pertahanan militer, juga kedaulatan ekonomi. Jadi bukan suatu hal yang mustahil kelak kedaulatan bahasa akan bobol dan bahasa Indonesia punah karena tidak kita lindungi dan lestarikan.
Pelajaran dan pengajaran bahasa dan sastra di sekolah-sekolah dan juga di universitas-universitas harus dievaluasi ulang. Selama ini mayoritas praktek pendidikan bahasa dan sastra hanya berkutat pada hapalan dan latihan soal saja. Peserta didik tidak diajari untuk mengenal karya sastra, memahaminya, dan membuat karya sastranya sendiri. Selama ini peserta didik hanya diarahkan untuk mencetak skor atau nilai dalam Rapor dan ujian-ujian. Inilah yang keliru. Bahasa dan Sastra tidak sama dengan Matematika dan Fisika. Karenanya tidak bisa dan tidak boleh diperlakukan sama dengan pelajaran eksakta lainnya. Hendaknya dalam hal bahasa, selain diajarkan materi-materi bahasa, peserta didik seharusnya dilibatkan dalam banyak praktek ataupun pengamatan langsung. Misalkan peserta didik diputarkan rekaman pidato Soekarno. Bisa juga difasilitasi dengan pengadaan lomba-lomba terkait bahasa Indonesia, seperti lomba menulis essei, lomba pidato, lomba debat, maupun lomba-lomba lainnya yang memotifasi peserta didik. Sedangkan dalam hal sastra, peserta didik hendaknya dikenalkan pada karya-karya sastra bermutu milik anak bangsa. Dikenalkan bukan berarti hanya sebatas pada melihat sekelumit cerita dan latar belakangnya namun diajak untuk membaca secara penuh karya sastra tersebut.

Upaya Untuk Menjaga Popularitas Dan Eksistensi Bahasa Indonesia Di Era Globalisasi Saat Ini
Salah satu upaya menjaga eksistensi bahasa Indonesia adalah adanya undang-undang kebahsaan yang efektif, undang-undang itu setidaknya memuat lima hal. Pertama, pengaturan mengenai penggunaan bahasa Indonesia sesuai EYD dan koridornya. Kedua, paraturan penggunaan bahasa Indonesia dalam media mass. Ketiga, peraturan menyangkut penempatan penggunaan bahasa asing. Keempat, perlindungan terhadap bahasa daerah. Kelima, perlakuan khusus di bidang kesenian.
            Pengaturan penggunaan bahasa Indonesia sendiri menyangkut beberapa aspek. Pertama, pengunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar wajib dipraktekkan dalam semua lingkungan dan aktfitas formal. Lingkungan tersebut mencakup semua institusi pendidikan, tempat kerja, serta fasilitas-fasilitas umum.
Kedua, pengaturan penggunaan bahasa Indonesia dalam media massa. Sebagai alat komunikasi yang menyeluruh, media massa jelas merupakan penentu keberlangsungan suatu bahasa. Karenanya media massa harus dirangkul, didisiplinkan, serta dijadikan instrumen pengawal dan pelestari bahasa Indonesia. Dalam penjelasan yang lebih rinci ada beberapa hal yang harus diterapkan pada media massa di Indonesia. Hal itu terdiri dari pengaturan bahasa Indonesia pada semua media cetak dan acara televisi bersifat formal, pembatasan iklan berbahasa asing, serta penghapusan sikap pengistimewaan bahasa Inggris dalam tayangan asing.
Ketiga, penempatan pendidikan bahasa asing dalam kaidah yang benar. Televisi selalu menampilkan tayangan yang jor-joran dalam menyelipkan bahasa asing (dalam hal ini bahasa Inggris). Namun sangat jarang atau bahkan tidak pernah menampilkan pendidikan bahasa asing sebagai salah satu tayangannya. Akibatnya muncul banyak bahasa Inggris salah kaprah yang disebut bahasa Inggris setengah matang dalam cergam Lagak Jakarta. Bahasa Inggris akhirnya hanya dipakai sebagai pemoles bahasa pergaulan sehari-hari untuk menunjukkan bahwa pembicara adalah orang yang maju meski tidak jelas maju kemana. Inilah yang harus diubah. Tiap stasiun televisi setidaknya harus menayangkan setidaknya satu program pendidikan bahasa asing. Dengan pendidikan yang benar, masyarakat akan mampu menguasai bahasa asing tanpa harus selalu berbahasa asing. Ini dibuktikan dengan KH Agus Salim yang meskipun menguasai lima bahasa tidak serta merta selalu berbahasa asing. Ia bahkan menjunjung tinggi bahasa Indonesia.
Keempat, harus ada perlindungan khusus terhadap bahasa daerah. Jangan sampai keanekaragaman daerah yang salah satunya berupa bahasa daerah tergerus oleh hal-hal baru yang masuk dari luar. Ini bisa diterapkan dengan pengoptimalan pengajaran bahasa daerah melalui pelajaran muatan lokal (Mulok). Wewenang pengajaran bahasa daerah melalui mulok ini sebaiknya didesentralisasikan dengan diserahkan ke tiap kota, bukan sentralistik dengan ditentukan oleh pusat maupun provinsi. Karena walaupun sudah berada pada provinsi yang sama, Jawa Timur misalnya. Bahasa Jawa yang dipakai di Surabaya lain dengan bahasa Jawa yang dipakai di Malang maupun di Blitar. Karena bentuknya mulok maka bahasa daerah ini tak perlu diujikan dan hanya bertujuan pembelajaran agar anak didik tidak tercerabut dari budaya daerahnya.
Kelima, harus ada pengaturan khusus untuk bidang kesenian. Kreatifitas seniman tidak boleh dibelenggu dengan peraturan kebahasaan ini. Meski harus diakui saat ini semakin banyak musisi yang menggunakan bahasa Inggris dalam lirik lagunya, baik hanya menyelipkan atau menggunakan dengan penuh. Hal semacam ini cukup diarahkan dengan membentuk organisasi-organisasi kesenian yang mengarahkan seniman-seniman Indonesia. Selain itu untuk mendorong kecintaan terhadap bahasa Indonesia, harus ada penghargaan untuk seniman-seniman (terutama musisi karena karya-karya musisi yang sering diterima secara luas oleh masyarakat) atas konsistensi mereka menggunakan bahasa Indonesia dan keberhasilan mereka membuat lirik yang bagus dari bahasa Indonesia. Musisi-musisi yang pantas diganjar penghargaan ini antara lain Efek Rumah Kaca dan Koil.
Upaya lain untuk menanamkan rasa kecintaan terhadap bahasa kebangsan itu, antara lain, dilakukan melalui peningkatan mutu kampanye “penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar” ke seluruh lapisan masyarakat dengan pendekatan dan metode yang sesuai dengan perkembangan zaman. Upaya perluasan penggunaan bahasa Indonesia ke luar masyarakat Indonesia merupakan langkah memperbaiki citra Indonesia di dunia internasional melalui peningkatan mutu pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing (BIPA), yang pada gilirannya akan menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa perhubungan luas di dunia internasional.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar