Senin, 02 Januari 2012

Adaptasi Batang dan Ductus Resin pada Pinus

Adaptasi yang dilakukan pada batang berkaitan dengan kecepatan angin, kesediaan dan unsur  hara, lingkungan tempat hidup, ada tidaknya pengganggu, dan lain-lain. Adaptasi batang termasuk dalam adaptasi morfologi karena melibatkan perubahan struktur tubuh tumbuhan. Antara lain perubahan struktur jaringan, bentuk batang yang tidak pada umumnya, serta ditemukannya bagian-bagian baru dari batang.
1.      Pada Tanaman Hidrofita
Enceng Gondok (Eichhornia crassipes) mempunyai batang berongga yang berisi udara. Rongga udara ini  berfungsi sebagai organ yang mendukung enceng gondok beradaptasi dengan lingkungan air sebagai habitat hidupnya. Dengan adanya rongga udara  pada batang ini, tanaman enceng gondok dapat mengapung di atas permukaan air, sedangkan akarnya masih terdapat dalam air. Dengan kondisi yang seperti ini, akar dapat menyerap air, batang membantu daun dalam proses transpirasi, dan daun berfotosintesis.  
2.      Pada tanaman Xerofit,
Sesuai habitat hidupnya,  tanaman Xerofit seperti  kaktus yang hidup di tempat yang kekurangan air,  mempunyai tubuh batang yang berdaging tebal yang berfungsi  untuk menyimpan air. Sifat batang tanaman ini adalah basah, terdapat duri yang merupakan modifikasi daun  dan lapisan lilin yang berfungsi untuk mengurangi penguapan air. Selain batang yang berdaging tebal, kaktus juga memiliki akar yang panjang dan besar. 
Selain yang telah diuraikan di atas, batang dapat melakukan adaptasi dengan melakukan modifikasi pada permukaan batangnya, antara lain sebagai berikut :
1.      Berambut ( Pilosus )
Ini seperti pada tumbuhan tembakau ( Nicotiana tabacum ).
2.      Berduri ( Spinosus ) 
Contohnya pada Mawar ( Rosa sp ), Bougenville, dan  Putri Malu ( Mimosa pudica ),  melindungi diri dengan batangnya  yang berduri. Duri pada batang ini merupakan pennjelmaan batang atau dahan, yang berfungsi sebagai alat perlindungan diri dari pemangsa. Ini berbeda dengan duri yang ada pada kaktus, pada kaktus duri ditujukan untuk mengurangi penguapan, karena kaktus merupakan tumbuhan yang hidup pada daerah kekurangan air.                             

Pinus merkusii memiliki saluran
resin yang dapat menghasilkan suatu metabolit sekunder bersifat alelopati (Taiz & Zeiger,
1991). Alelokimia pada resin tersebut termasuk pada kelompok senyawa terpenoid, yaitu
monoterpen α-pinene dan β-pinene (Harborne, 1987; Taiz & Zeiger, 1991). Senyawa ini
diketahui bersifat toksik baik terhadap serangga maupun tumbuhan. Selain itu, senyawa
tersebut merupakan bahan utama pada pembuatan terpentin. Monoterpen (C–10) merupakan
minyak tumbuh-tumbuhan yang terpenting yang juga bersifat racun (Sastroutomo, 1990).
Dari beberapa kajian ekologis pada daerah pertumbuhan pohon pinus menunjukkan tidak
ada pertumbuhan tanaman herba, hal tersebut diduga karena serasah daun pinus yang
terdapat pada tanah mengeluarkan zat alelopati yang menghambat pertumbuhan herba. Hal
tersebut di perkuat dengan penelitian terhadap kemampuan daun pinus yang belum
terdegradasi yang dapat menurunkan pertumbuhan panjang radikula kecambah sawi (Marisa,
1990). Hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan senyawa pada daun pinus merkusii
mempunyai potensi sebagai bahan bioherbisida untuk mengkontrol pertumbuhan gulma yang
dapat menganggu pertumbuhan produksi tanaman pangan antara lain tanaman padi. Salah
satu gulma yang mengganggu pertumbuhan tanaman padi adalah Echinochloa colonum dan
Amaranthus viridis.
Pengendalian gulma pada dasarnya adalah suatu usaha untuk mengubah keseimbangan
ekologis yang bertujuan menekan pertumbuhan gulma, tetapi tidak berpengaruh negatif
terhadap tanaman budidaya. Dengan demikian diharapkan dengan adanya pengolahan tanah,
waktu tanam, pemupukan, jarak tanam dan varietas yang tepat, dapat menekan pertumbuhan
gulma sehingga persaingan antara tanaman dengan gulma tidak dapat terjadi. Biasanya
tanaman sangat peka terhadap faktor lingkungan pada umur sepertiga sampai setengah umur
tanaman. Maka pada saat itulah waktu yang tepat untuk dilakukan pengendalian gulma
(Sukman dan Yakup, 2002).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas atau mengendalikan pertumbuhan
gulma ini, salah satunya adalah dengan menggunakan herbisida. Penggunaan herbisida
sintetis yang berlebihan dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan, karena sifatnya yang
sulit terurai dalam tanah sehingga meninggalkan residu atau terjadi pengendapan bahan
toksikan pada medium tanah (bioakumulasi) dan biomagnifikasi (pembesaran kadar bahan
toksikan melalui rantai makanan). Hal tersebut dapat membahayakan organisme lain terutama
manusia sebagai konsumen terakhir (biomagnifikasi) pada rantai makanan dari tanaman padi
ini.
Adanya fenomena tersebut menjadi pemicu timbulnya banyak penelitian yang berusaha
mencari solusi, yaitu suatu bahan alami yang dapat digunakan sebagai bioherbisida yang
sifatnya aman karena mudah terdegradasi dalam tanah sehingga tidak meninggalkan residu.
Salah satu hasil penelitian yang dapat dijadikan alternatif dalam penggunaan herbisida adalah
pemanfaatan mekanisme alelopati dari suatu tumbuhan.
Untuk mengkaji potensi tersebut maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menguji
efektivitas daya hambat ekstrak daun pinus terhadap perkecambahan gulma Echinochloa
colonum dan Amaranthus viridis.



Free download softfile klik ::
PPT Batang
Word Batang
Included :: Adaptasi Batang - Batang Primer dan Sekunder

Terimakasih :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar